Lingkup.id, Kabupaten Bandung – Sidang lanjutan kasus pembunuhan terhadap Ahmad Nurhidayat (14), santri Pesantren Ar-Rohmah, Kampung Nengta, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung, Rabu (6/8/2025). Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan terhadap terdakwa Fauzan Hamzah bin Deni Ganjar.
JPU menyatakan bahwa Fauzan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian. Tuntutan dijatuhkan berdasarkan Pasal 80 Ayat (3) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana tercantum dalam dakwaan kesatu.
JPU menuntut Fauzan dengan pidana penjara selama 15 tahun serta denda Rp1 miliar. Jika tidak dibayar, denda tersebut diganti dengan pidana penjara selama enam bulan. Jaksa juga meminta majelis hakim untuk menetapkan agar pidana yang dijatuhkan dikurangi masa penahanan dan menahan Fauzan tetap di tahanan.
Barang bukti berupa golok sepanjang 45 cm yang digunakan dalam aksi kekerasan tersebut dirampas untuk dimusnahkan. Sementara sejumlah barang lain, seperti sepeda motor, mobil, dan pakaian, dikembalikan kepada pihak masing-masing.
Namun, tuntutan tersebut menuai penolakan keras dari pihak keluarga korban. Kuasa hukum keluarga Ahmad Nurhidayat, Made Rediyudana, menilai tuntutan JPU terlalu ringan dan tidak mencerminkan keadilan atas nyawa seorang anak yang direnggut secara tragis.
“Kami sangat tidak menerima atas tuntutan 15 tahun ini. Harusnya pasal yang dikenakan itu 340 KUHP, pembunuhan berencana. Ada jeda waktu saat terdakwa mengambil senjata tajam, dan tidak ada alasan jelas mengapa dia membawa senjata,” ujar Made usai sidang.
Menurutnya, keterangan terdakwa di persidangan tidak konsisten, bahkan bertentangan dengan bukti-bukti yang ada. “Terdakwa bilang bawa celurit, tapi di berkas saksi disebutkan cutter. Bukti cutter juga tidak ada. Ini menunjukkan ada unsur kesengajaan, bukan spontanitas,” lanjutnya.
Made juga menyayangkan bahwa dari awal penyidikan, pasal pembunuhan berencana tidak dimasukkan oleh penyidik. “Seharusnya sejak awal penyidik mendalami jeda waktu itu, karena itu penting untuk membuktikan niat atau perencanaan pembunuhan,” katanya.
Suasana sidang sempat memanas usai pembacaan tuntutan. Keluarga korban dan para pengunjung yang hadir menunjukkan kekecewaannya dan menuntut agar terdakwa dijerat dengan pasal pembunuhan berencana serta dijatuhi hukuman mati.
Sidang akan kembali dilanjutkan dalam waktu dekat dengan agenda pembelaan atau pledoi dari pihak terdakwa. Kuasa hukum keluarga korban menyatakan akan terus mengawal kasus ini, termasuk berencana melaporkan Yayasan Ar-Rohmah ke Komnas HAM dan Polda Jawa Barat, serta menggelar konferensi pers dalam waktu dekat.
Kasus ini menyedot perhatian publik, terutama karena terjadi di lingkungan pesantren yang seharusnya menjadi tempat pendidikan dan pembinaan akhlak bagi anak-anak. Keluarga korban berharap keadilan ditegakkan seadil-adilnya.