Lingkup.id, Tasikmalaya – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, menggelar debat calon bupati dalam rangka Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada Senin malam (14/4/2025), bertempat di sebuah hotel kawasan Singaparna.
Tiga pasangan calon hadir dalam agenda tersebut. Pertama datang pasangan nomor urut 03, Ai Diantani dan Iip Miftahul Paoz, yang diusung oleh PDI Perjuangan, PKB, NasDem, dan PBB. Disusul pasangan nomor 01, Iwan Saputra dan Dede Muksit Aly, yang mendapatkan dukungan dari Partai Golkar, PAN, serta delapan partai non-parlemen. Terakhir, pasangan nomor 02, Cecep Nurul Yakin dan Asep Sopari Alayubi, yang maju lewat dukungan Gerindra, PPP, Demokrat, dan PKS.
Sebelum debat dimulai, ketiga paslon tampak santai dan sempat berbincang ringan satu sama lain. Ketua KPU Kabupaten Tasikmalaya, Ami Imran Tamami, menjelaskan bahwa debat ini merupakan satu-satunya yang digelar dalam rangka PSU.
“Ini adalah debat dalam PSU Kabupaten Tasikmalaya. Dipastikan debat hanya berlangsung satu kali saja,” ujar Ami.
Selama debat, para calon dengan lancar menjawab pertanyaan dari moderator. Sesi debat juga diwarnai dengan saling lempar pertanyaan antar-paslon yang berlangsung cukup dinamis namun tetap tertib.
Namun, suasana berbeda terjadi di luar arena debat. Seorang aktivis muda, Givan Alifia Muldan, menggelar aksi orasi seorang diri dengan penampilan mencolok—memakai daster dan kerudung. Ia mencoba masuk ke dalam area debat, namun dicegah oleh petugas, hingga akhirnya memilih berorasi di atas air mancur hotel.
Dalam orasinya, Givan menolak praktik politik uang dan menyuarakan kritik terhadap isu poligami yang diduga melibatkan salah satu calon. Ia menyebut politik uang sebagai “penyakit kanker stadium 4” yang mengancam tatanan demokrasi.
“Saya datang untuk menguji langsung para calon bupati dan wakil bupati. Visi dan misi saja tidak cukup jika tak disertai komitmen nyata. Politik uang harus kita lawan bersama,” tegasnya.
Givan juga menyoroti isu poligami, yang meskipun diperbolehkan secara agama, menurutnya sangat melukai perasaan kaum perempuan.
“Kami menolak calon yang berpoligami. Itu bisa jadi beban pribadi yang besar. Saya memakai pakaian ini sebagai simbol kritik—perempuan harus dimuliakan, bukan diduakan,” kata Givan.
Ia menekankan bahwa PSU ini bukan sekadar pesta demokrasi, tetapi momen penting menjaga integritas dan arah kepemimpinan Kabupaten Tasikmalaya ke depan.
Meski sempat terjadi aksi orasi, jalannya debat tetap berlangsung aman dan kondusif. Aparat dari Polres Tasikmalaya sigap mengamankan situasi tanpa insiden berarti.